Breaking News

Rabu, 27 Mei 2015

MEA Produk Neolibralisme

Lmnd.blogsprot.com Semangat dan komitmen pemerintah Indonesia menuju terwujudnya Masyara-kat ASEAN memang terasa semakin kuat seiring dengan dalam waktu bulanan memasuki akhir tahun 2015. Kontradiksi dengan antusiasme pemer-intah, rasa khawatir dan kegelisahan justru semakin memuncak di dalam dada penu-lis menyaksikan fenomena semangat tanpa dasar ini. dari hasil pengamatan an penu-lis mengenai Masyarakat Ekonomi ASEAN di tahun 2015 .Kegelisahan penulis berangkat dari suatu pemahaman atas realitas dan jejak historis percobaan neoliberalisme di berbagai negara yang selalu berujung pada keterpurukan ekonomi. Kemiskinan, pengangguran, kesenjangan ekonomi, bahkankematian industri adalah persoalan yang melekat seiring dengan implementasi neo-liberalisme. Terlepas dari nyata dan parahnya derita yang harus ditanggung rakyat sebagai imbas dari neoliberalisme, pemerintah Indonesia justru memperlihatkanlangkah-langkah yang semakin nyata mengikatkan diri ke dalam bentuk kesepakatan perdagangan bebas, terutama Masyarakat Ekonomi ASEAN. Neoliberalisme jelas menjadi dasar dari integrasi ekonomi di kawasan AsiaTenggara. Aliran bebas dalam lima elemen yang menjadi pilar integrasi ekonomiASEAN menjadi bukti nyata betapa kekuatan pasar menjadi pendorong utamanya.Lebih dari itu, agenda Masyarakat Ekonomi ASEAN memiliki kekuatan mengikat secara hukum (legally binding ), seiring dengan ditandatangi -ya Piagam ASEAN.Ironis memang, jika kita mengamati semangat gegap gempita pemerintah In-donesia menuju terwujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN dibandingkan dengan tidak berartinya langkah-langkah persiapan yang substantif dan riil. Langkah-lang-kah pemerintah Indonesia menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN selama ini lebih besar difokuskan pada persoalan teknis implementasi langkah-langkah yang terkan-dung dalam Cetak Biru perwujudan agenda ini. Sementara itu, dari sisi langkah per-siapan yang bersifat substantif dan riil bagi perekonomian Indonesia, fakta empiris justru memperlihatkan betapa sektor-sektor penting dalam perekonomian negeri ini berada dalam posisi yang jauh tertinggal dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN lainnya. Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan suatu tujuan akhir dari integrasi ekonomi yang ingin dicapai masyarakat ASEAN sebagaimana tercantum dalam Visi ASEAN 2020, di mana di dalamnya terdapat konvergensi kepentingan dari negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluasintegrasi ekonomi. Sebuah perekonomian yang terbuka, berorientasi keluar, inklu-sif dan bertumpu pada kekuatan pasar merupakan prinsip dasar dalam upaya pem- bentukan komunitas ini. Berdasarkan cetak biru yang telah diadopsi oleh seluruh negara anggota ASEAN, kawasan Asia Tenggara melalui pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan ditransformasikan menjadi sebuah pasar tunggal dan basis produksi; sebuah kawasan yang sangat kompetitif; sebuah kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata; dan sebuah kawasan yang terintegrasi penuh dengan perekonomian global katanya. ), privatisasi dan liberalisasi pasar bebas. Kebijakan-kebijakan pembangunan Terdapat tiga pilar utama paradigma neoliberal, ), privatisasi dan liberalisasi pasar bebas. Kebijakan-kebijakan pembangu-nan dari paradigma ini didasarkan pada sebuah model sederhana ekonomi pasar,model ekuilibrium kompetitif, yang berakar pada prinsip “ invinsible hand ” AdamSmith yang diasumsikan bekerja dengan sempurna. Adapun asumsi-asumsi dasar dari paradigma ini antara lain adalah meletakkan pasar sebagai aktor atau pelaku utama dalam ekonomi; liberalisasi pasar dalam bentuk kebebasan pergerakan ba-rang, jasa, investasi dan modal tanpa adanya intervensi negara; menghilangkan semua pengeluaran negara untuk pemenuhan kebutuhan publik (public goods) ataumeminimalisirnya secara bertahap deregulasi semua kebijakan negara yang mem- batasi mekanisme pasar; privatisasi dengan menjual aset-aset negara kepada pasar. Neoliberalisme juga menjadi paradigma yang dianut oleh trinitas rezim ekonomi internasional yang sangat berpengaruh, yaitu IMF, Bank Dunia dan World TradeOrganization (WTO) Keterpurukan Ekonomi Buah Liberalisasi Perekonomian Negara-Negara Berkembang Sejarah panjang tata kelola perekonomian dunia yang berlandaskan pada prin-sip liberalisme telah membawa lebih banyak dampak negatif terhadap perekonomi-an negara-negara berkembang. Berbagai kemasan liberalisasi, baik dalam bentuk program penyesuaian struktural ala IMF dan Bank Dunia, liberalisasi perdaganganmultilateral WTO, kesepakatan perdagangan bebas bilateral (FTAs) ataupun dalam skema regionalisme baru, kenyataannya tidak membawa perubahan positif yang signifikan bagi negara berkembang. Pil pahit harus ditelan negara-negara berkembang dengan mengintegrasikan diri ke dalam tata kelola perekonomian global yang berlandaskan pada liberalisme.Secara keseluruhan, implementasi liberalisme dalam tata kelola perekonomian global telah sangat jelas merupakan wujud strategi bagi pencapaian kepentingan negara-negara maju. Penataan ekonomi global yang berlandaskan pada liberalisme kenyataannya telah gagal dalam menciptaan suatu kemajuan ekonomi yang merata di dunia. yang nyatanya produk Neolibralisme dimana menghilangkan peran Negara dalam melindungi Warga Negaranya sehinga bertolak belakang dengan Konsep Ekonomi Kerakyatand di dengungkam oleh bung Karno. Substansi Ekonomi Kerakyatan Landasan konstitusional sistem ekonomi kerakyatan adalah Pasal 33 UUD 1945. "Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawahi pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi." Berdasarkan bunyi kalimat pertama penjelasan Pasal 33 UUD 1945 itu, dapat disaksikan bahwa substansi ekonomi kerakyatan dalam garis besarnya mencakup tiga hal sebagai berikut : 1. Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses produksi nasional Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses produksi nasional ini menempati kedudukan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Hal itu tidak hanya penting untuk menjamin pendayagunaan seluruh potensi sumber daya nasional, tetapi juga sebagai dasar untuk memastikan keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam menikmati hasil produksi nasional. Hal ini sejalan dengan bunyi Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan, "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian." 2. Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut menikmati hasil produksi nasional Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan, harus ada jaminan bahwa setiap anggota masyarakat turut menikmati hasil produksi nasional, termasuk para fakir miskin dan anak-anak terlantar. Hal itu antara lain dipertegas oleh Pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan, "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara." Dengan kata lain, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, negara wajib menyelenggarakan sistem jaminan sosial bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar diIndonesia. 3. Kegiatan pembentukan produksi dan pembagian hasil produksi nasional itu harus berlangsung di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, anggota masyarakat tidak boleh hanya menjadi objek kegiatan ekonomi. Setiap anggota masyarakat harus diupayakan agar menjadi subjek kegiatan ekonomi. Dengan demikian, walaupun kegiatan pembentukan produksi nasional dapat dilakukan oleh para pemodal asing, tetapi penyelenggaraan kegiatan-kegiatan itu harus tetap berada di bawah pimpinan dan pengawasan angota-anggota masyarakat. Unsur ekonomi kerakyatan yang ketiga inilah yang mendasari perlunya partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut memiliki modal atau faktor-faktor produksi nasional. Perlu diketahui, yang dimaksud dengan modal dalam hal ini tidak hanya terbatas dalam bentuk modal material (material capital), tetapi mencakup pula modal intelektual (intelectual capitaf) dan modal institusional (institusional capital). Sebagai konsekuensi logis dari unsur ekonomi kerakyatan yang ketiga ini, negara wajib untuk secara terus menerus mengupayakan terjadinya peningkatkan kepemilikan ketiga jenis modal tersebut secara relatif merata di tengah-tengah masyarakat. Sehubungan dengan modal material, misalnya, negara tidak hanya wajib mengakui dan melindungi hak kepemilikan setiap anggota masyarakat. Negara juga wajib memastikan bahwa semua anggota masyarakat turut memiliki modal material. Jika ada di antara anggota masyarakat yang sama sekali tidak memiliki modal material, dalam arti terlanjur terperosok menjadi fakir miskin atau anak-anak terlantar, maka negara wajib memelihara mereka. Sehubungan dengan modal intelektual, negara wajib menyelenggarakan pendidikan nasional secara cuma-cuma. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, penyelenggaraan pendidikan berkaitan secara langsung dengan tujuan pendirian negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan tidak boleh dikomersialkan. Negara memang tidak perlu melarang jika ada pihak swasta yang menyelenggarakan pendidikan, tetapi hal itu sama sekali tidak menghilangkan kewajiban negara untuk menanggung biaya pokok penyelenggaraan pendidikan bagi seluruh anggota masyarakat yang membutuhkannya. Sementara itu, sehubungan dengan modal institusional, saya kira tidak ada keraguan sedikit pun bahwa negara memang wajib melindungi kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk. berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat. Secara khusus hal itu diatur dalam Pasal 28 UUD 1945, "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tertulis dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang." Kemerdekaan anggota masyarakat untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat tersebut tentu tidak terbatas dalam bentuk serikat-serikat sosial dan politik, tetapi meliputi pula serikat-serikat ekonomi. Sebab itu, tidak ada sedikit pun alasan bagi negara untuk meniadakan hak anggota masyarakat untuk membentuk serikat-serikat ekonomi seperti serikat tani, serikat buruh, serikat nelayan, serikat usaha kecil-menengah, serikat kaum miskin kota dan berbagai bentuk serikat ekonomi lainnya, termasuk mendirikan koperasi. Bertolak dari uraian tersebut, dapat disaksikan bahwa tujuan utama ekonomi kerakyatan pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian. Bila tujuan utama ekonomi kerakyatan itu dijabarkan lebih lanjut, maka sasaran pokok ekonomi kerakyatan dalam garis besarnya meliputi lima hal berikut: 1. Tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang layak bagi seluruh anggota masyarakat. 2. Terselenggaranya sistem jaminan sosial bagi anggota masyarakat yang membutuhkan, terutama fakir miskin dan anak-anak terlantar. 3. Terdistribusikannya kepemilikan modal materia secara relatif merata di antara anggota masyarakat. 4. Terselenggaranya pendidikan nasional secara cuma-cuma bagi setiap anggota masyarakat. 5. Terjaminnya kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat-serikat ekonomi. marilah kita berhitung dalam bulan Indonesia menyaksikan MEA merengut seluruh sendi sendi kehidupan rakyat,pertanian,pendidikan,UKM,dll bahkan nasib perempuan akan sangat merasakan dampak dari sistem Neolibralisme yang produknya bernama MEA sedangkan untuk posisi Negara tidak lebih hanya akan menjadi sebuah penonton tanpa mampu berbuat apa apa. Didik Arianto Kader Partai Rakyat Demokratik (PRD)/Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) j

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By LMND BENGKALIS